I.
Analisis transaksional (berne)
a. Konsep dasar , pandangan analisis
transaksional tentang kepribadian.
Dikembangkan oleh Eric Berne yang
menjelaskan perlunya memahami diri agar dapatmembina hubungan baik dengan
sesama manusia merupakan masalah yang mendasar. Analisistransaksional mengkaji
secara mendalam tentang proses transaksi (proses pertukaran) pesan- pesan
di antara para peserta komunikasi.Karena dalam komunikasi antarpersona
terdapat proses dialogis pesan di antara orang-orangyang terlibat.Teori ini
memjelaskan bahwa setiap individu memiliki tiga ego, yaitu;
- Ego orang tua (Parents=P)
- Ego orang dewasa (Adult=A)
b.
Unsur terapi
1. Munculnya ganguan
2. Tujuan terapi
Tujuan utama dari AT adalah membantu
klien dalam membuat keputusan-keputusan baru yang berhubungan tingkah lakunya
saat ini dan arah hidupnya. Sedangkan sasarnya adalah mendorong klien agar
menyadari, bahwa kebebasan dirinya dalam memilih telah dibatasi oleh ketusan
awal mengenai posisi hidupnya serta pilihan terhadap cara-cara hidup yang
stagnan dan deterministik. Menurut Berne (1964) dalam Corey (1988) bahwa tujuan
dari AT adalah pencapaian otonom yang diwujudkan oleh penemuan kembali tiga
karakteristik; kesadaran, spontanitas, dan keakraban.
Penekanan terapi adalah menggantikan
gaya hidup yang ditandai oleh permainan yang manipulatif dan oleh
skenario-skenario hidup yang menyalahkan diri dan gaya hidup otonom ditandai
dengan kesadaran spontanitas dan keakraban. Menurut Haris (19967) yang dikutip
dalam Corey (1988) tujuan pemberian treatment adalah menyembuhkan gejala yang
timbul dan metode treatment adalah membebaskan ego Orang Dewasa sehingga bisa
mengalami kebebasan memilih dan penciptaan pilihan-pilihan baru atas pengaruh
masa lampau yang membatasi. Tujuan terapeutik, dicapai dengan mengajarkan
kepada klien dasar-dasar ego Orang Tua, ego Orang Dewasa, dan ego Anak. Para
klien dalam setting kelompok itu belajar bagaimana menyadari dan menjabarkan
ketiga ego selama ego-ego tersebut muncul dalam transaksi-transaksi kelompok.
3. Peran terapis
Harris (1967) yang dikutip dalam
Corey (1988) memberikan gambaran peran terapis, seperti seorang guru, pelatih
atau nara sumber dengan penekanan kuat pada keterlibatan. Sebagai guru, terapis
menerangkan konsep-konsep seperti analisis struktural, analisis transaksional,
analisis skenario, dan analisis permainan. Selanjutnya menurut Corey (1988),
peran terapis yaitu membantu klien untuk membantu klien menemukan suasana masa
lampau yang merugikan dan menyebabkan klien membuat keputusan-keputusan awal
tertentu, mengindentifikasikan rencana hidup dan mengembangkan
strategi-strategi yang telah digunakannya dalam menghadapi orang lain yang
sekarang mungkin akan dipertimbangkannya. Terapis membantu klien memperoleh
kesadaran yang lebih realistis dan mencari alternatif-alternatif untu menjalani
kehidupan yang lebih otonom.
Terapis memerlukan hubungan yang
setaraf dengan klien, menunjuk kepada kontrak terapi, sebagai bukti bahwa
terapis dan klien sebagai pasangan dalam proses terapi. Tugas terapi adalah,
menggunakan pengetahuannya untuk mendukung klien dalam hubungannya dengan suatu
kontrak spesifik yang jelas diprakarsai oleh klien. Konselor memotivasi dan
mengajari klien agar lebih mempercayai ego Orang Dewasanya sendiri ketimbang
ego Orang Dewasa konselor dalam memeriksa keputusan–keputusan lamanya serta
untuk membuat keputusan-keputusan baru.
c. Teknik terapi analisis transaksional
Dalam AT konseling diarahkan kepada bagaimana klien
bertransaksi dengan lingkungannya. Karena itu, dalam melakukan konseling ini,
terapist memfokuskan perhatian terhadap apa yang dikatakan klien kepada orang
lain dan apa yang dikatakan orang lain kepada klien. Untuk itu, teknik yang
sering digunakan dalam AT diantaranya adalah analisis struktur, analisis
transaksional, analisis skript, dan analisis mainan.
1. Analisis
Struktur
Analisis struktur maksudnya adalah analisis terhadap
status ego yang menjadi dasar struktur kepribadian klien. Analis hendaknya bisa
mengenal 1) apakah klien menggunakan ego state tertentu, 2) apakah ego state
klien, normal, terkontaminasi atau eksklusif, dan 3) bagaimanakah energi
egogram klien tersebut.
Dengan mengetahui struktur ego state klien, akan
diketahui masalah yang dihadapi klien. Bila klien dominan menggunakan ego state
A masalah yang dihadapinya kurngnya rasa pecaya diri atau dipandang rendah o
rang lain. Bila O yang domninan maka klien tengah ditakuti, dijauhi, disishkan
atau diasingkan orang lain.
2.
Analisis
transaksional
Transaksi
antara konselor – klien pada hakekatnya adalah tranasksi antar status ego
keduanya. Konselor menganalisa status ego yang terlihat dari respons atau
stimulus klien. Dengan orang lain Baik dari kata-kata yang diungkapkan klien,
maupun dengan bahasa non verbal. Data atau informasi yang diperoleh dari
transaksi dijadikan konselor untuk bahan analisis atau problem yang dihadapi
klien.
3. Analisis
Mainan
Analisis mainan adalah analisis hubungan transaksi
yang terselubung antara Klien dengan konselor atau dengan Lingkungannya.
Mungkin Klien dalam transaksinya sering mengumpulkan “kupon emas atau kupon
Coklat” (perasaan menang atau perasaan kalah). Bila klien dalam games sering
berperan sebagai pemenang, maka ada kemungkinan ia menjadi amat takut
sewaktu-waktu akan menerima kopon cokelat yang banyak.
4. Analisis
Skript
Analisis Skript ini merupakan usaha terapist yang
terakhir, dan diperlukan mengenal proses terbentuknya skript yang dimiliki
klien. Analisis skript ini hendaknya sampai menyelidiki transaksi seseorang
sejak masa kecil dan standar sukses yang telah ditanamkan orang tuanya.
Disamping keempat macam teknik yang digunakan di atas,
treatment dari AT sering pula menggunakan teknik khusus, seperti: Interogasi,
Spesifikasi, Konfrontasi, Eksplanasi, Ilustrasi, Konformasi, Interpretasi,
Kristalisasi
II.
Rational emotive therapy
a.
Konsep dasar pandangan Rational
emotive therapy tentang kepribadian
Menurut Albert Ellis, manusia pada
dasarnya adalah unik yang memiliki kecenderungan untuk berpikir rasional dan
irasional. Ketika berpikir dan bertingkahlaku rasional manusia akan efektif,
bahagia, dan kompeten. Ketika berpikir dan bertingkahlaku irasional individu
itu menjadi tidak efektif. Reaksi emosional seseorang sebagian besar disebabkan
oleh evaluasi, interpretasi, dan filosofi yang disadari maupun tidak disadari.
Hambatan psikologis atau emosional tersebut merupakan akibat dari cara berpikir
yang tidak logis dan irasional, yang mana emosi yang menyertai individu dalam
berpikir penuh dengan prasangka, sangat personal, dan irasional.
Berpikir irasional ini diawali
dengan belajar secara tidak logis yang biasanya diperoleh dari orang tua dan
budaya tempat dibesarkan. Berpikir secara irasional akan tercermin dari
kata-kata yang digunakan. Kata-kata yang tidak logis menunjukkan cara berpikir
yang salah dan kata-kata yang tepat menunjukkan cara berpikir yang tepat.
Perasaan dan pikiran negatif serta penolakan diri harus dilawan dengan cara
berpikir yang rasional dan logis, yang dapat diterima menurut akal sehat, serta
menggunakan cara verbalisasi yang rasional.
b. Unsur-unsur terapi
1. Munculnya gangguan
2. Tujuan terapi
Adapun tujuan utama Rational Emotive Therapy ini
adalah menghilangkan kecemasan, ketakutan, kekhawatiran, dan ketidakyakinan
diri. Dan untuk mencapai perilaku yang rasional, kebahagiaan, dan aktualisasi
diri (Mappiare, 2010). Dalam konseling rational emotive, seorang konselor harus
menempatkan dirinya sebagai seorang pribadi yang lebih aktif untuk menelusuri
masalah yang dihadapi seorang klien
3. Peran terapi
Rational Emotive Therapy ini adalah
mengajak dan membuka ketidaklogisan pola berfikir klien dan membantu klien
mengubah pikirannya yang irasional dengan mendiskusikannya secara terbuka dan
terus terang
c. Teknik
rational emotive therapy
a. Teknik pengajaran
Dalam konseling rasional emotif konselor mengambil peranan lebih aktif dari klien. Maka dari itu teknik pengajaran disini memberikan keleluasaan kepada konselor untuk berbicaara serta menunjukkan sesuatau kepada klien, teruatama menunjukkan bagaimana ketidaklogisan berfikir itu secara langsung menimbulkan gangguan emosional kepada klien.
b. Teknik konfrontasi
Dalam teknik konfrontasi ini, konselor menyerang ketidaklogisan berfikir klien dan membawa klien kearah berfikir logis empiris.
c. Teknik persuasif
Teknik persuasif, yaitu meyakinkan klien untuk mengubah pandangannya, karena pandangan yang ia kemukakan itu tidak benar. Konselor langsung mencoba meyakinkan dan mengemukakan berbagai argumentasi untuk memunjukkan apa yang diannggap oleh klien benar tidak bisa diterima atau tidak benar.
d. Teknik pemberian tugas
Dalam teknik ini konseor menugaskan klien untuk mencoba melakukan tindakan tertentu dalam situasi nyata. Teknik ini bisa dilakukan dengan menugaskan kepada klien untuk bergaul kepada anggota masyarakat kalau mereka merasa dikucilkan dalam pergaulan, membaca buku untuk memperbaiki kekeliruan cara berfikirnya
Dalam konseling rasional emotif konselor mengambil peranan lebih aktif dari klien. Maka dari itu teknik pengajaran disini memberikan keleluasaan kepada konselor untuk berbicaara serta menunjukkan sesuatau kepada klien, teruatama menunjukkan bagaimana ketidaklogisan berfikir itu secara langsung menimbulkan gangguan emosional kepada klien.
b. Teknik konfrontasi
Dalam teknik konfrontasi ini, konselor menyerang ketidaklogisan berfikir klien dan membawa klien kearah berfikir logis empiris.
c. Teknik persuasif
Teknik persuasif, yaitu meyakinkan klien untuk mengubah pandangannya, karena pandangan yang ia kemukakan itu tidak benar. Konselor langsung mencoba meyakinkan dan mengemukakan berbagai argumentasi untuk memunjukkan apa yang diannggap oleh klien benar tidak bisa diterima atau tidak benar.
d. Teknik pemberian tugas
Dalam teknik ini konseor menugaskan klien untuk mencoba melakukan tindakan tertentu dalam situasi nyata. Teknik ini bisa dilakukan dengan menugaskan kepada klien untuk bergaul kepada anggota masyarakat kalau mereka merasa dikucilkan dalam pergaulan, membaca buku untuk memperbaiki kekeliruan cara berfikirnya
III.
Terapi prilaku (behavioral therapy)
a.
Konsep dasar terapi prilaku
behavioral terapi tentang kepribadian
Dalam pandangan tentang hakekat manusia,
terapi behavior menganggap bahwa pada dasarnya manusia bersifat mekanistik dan
hidup dalam alam yang deterministik, dengan sedikit peran aktif untuk memilih
martabatnya. Perilaku manusia adalah hasil respon terhadap lingkungan dengan
kontrol yang terbatas dan melalui interaksi ini kemudian berkembang pola-pola
perilaku yang kemudian membentuk kepribadian. Dalam konsep behavior, perilaku
manusia merupakan hasil dari proses belajar, sehingga dapat diubah dengan
memanipulasi kondisi-kondisi belajar. Dengan demikian, terapi behavior
hakekatnya merupakan aplikasi prinsip-prinsip dan teknik belajar secara
sistematis dalam usaha menyembuhkan gangguan tingkah laku. Asumsinya bahwa
gangguan tingkah laku itu diperoleh melalui hasil belajar yang keliru dan karenanya
harus diubah melalui proses belajar, sehingga dapat lebih sesuai.
b. Unsur-unsur terapi
1. Munculnya gangguan
2. Tujuan terapi
Tujuan utamanya menghilangkan tingkah laku yang salah
dan mengantikannya dengan dengan tingkah laku yang baru yang lebih sesuai.
Secara rinci tujuan tersebut adalah untuk:
- Menghapus pola-pola perilaku maladaptive anak dan membantu mereka mempelajari pola-pola tingkah laku yang lebih kontruksif
- Mengubah tingkah laku maladaptive anak
- Menciptakan kondisi-kondisi yang baru yang memungkinkan terjadi proses belajar ulang.
3.. peran terapi
Dalam pendekatan behavior
telah menempatkan pentingnya fungsi dan peranan konselor atau terapis sebagai
pengajar. Secara aktif, direktif dan kreatif konselor atau terapis diharapkan
mampu menerapkan pengetahuan-pengetahuan yang dimilikinya guna mengajarkan
keterampilan-keterampilan baru sesuai permasalahan klien dan tujuan yang
diinginkan. Fungsi lain yang juga harus ditegakkan oleh konselor atau terapis
selama proses konseling atau terapis adalah melaksanakan assesmen dan penilaian
secara terus menerus, menetapkan sasaran perubahan perilaku dan bagaimana
mengajarkan untuk mencapainya, peka terhadap perubahan-perubahan yang terjad,
serta membantu mengembangkan tujuan-tujuan pribadi dan sosialnya.
c.. teknik
terapi
- Desentisisasi sistematis, yaitu suatu cara yang digunakan untuk menghapus tingkah laku yang diperbuat secara negatif dengan menyertakan pemunculan tingkah laku yang berlawanan dengan tingkah laku yang hendak dihapuskan. Salah satu caranya adalah dengan melatih anak untuk santai dan mengasosiasikan keadaan santai dengan pengalaman-pengalaman pembangkit kecemasan.
- Latihan asertif, yaitu latihan mempertahankan diri akibat perlakuan orang lain yang menimbulkan kecemasan, dengan cara mempertahankan hak dan harga dirinya. Dalam pelaksanan teknik ini, penting bagi konselor atau terapis untuk melayih keberanian anank untuk berkata atau menyatakan pikiran dan perasaan yang sesungguhnya secara tegas. Caranya dapat melalui bermain peran. Misalnya anak diminta untuk berperan sebagai orang tua yang galak dan konselor atau terapis sebagai anak yang pendiam. Kemudian peran tersebut dipertukarkan.
- Terapi aversi, yaitu digunakan untuk menghilangkan kebiasaan buruk atau menghukum perilaku yang negatif dan memperkuat perilaku yang positif, dengan meningkatkan kepekaan klien agar mengganti respon pada stimulus yang disenanginya dengan kebalikan stimulus tersebut. Misalnya, anak yang suka mabuk, maka minumannya dicampur dengan obat tertentu yang dapat menjadikan pusing atau muntah
- Penghentian pikiran, teknik ini efektif digunakan untuk klien yang sangat cemas. Caranya, misalnya klien ditutup matanya sambil membayangkan dan mengatakan sesuatu yang menganggu dirinya.
- Kontrol diri, dilakukan untuk meningkatkan perhatian pada anak tugas-tugas tertentu, melalui prosedur self assessment, mencatat diri sendiri, menentukan tindakan diri sendiri dan menyusun dorongan diri sendiri
- Pekerjaan rumah, yaitu dengan memberikan tugas atau pekerjaan rumah kepada klien yang kurang mampu menyesuaikan diri dengan situasi tertentu. Misalnya, kepada klien yang suka melawan ketika dimarahi orang tua, maka diberi tugas selama satu minggu untuk tidak menjawab ketika sedang dimarahi, kemudian hasilnya dievaluasi dan secara berangsur ditingkatkan.
Sumber:
Andi Mappiare AT. (2010). Pengantar Konseling dan Psikoterapi
Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
W.S. Winkel dan M.M. Sri Hastuti. (2004) Bimbingan dan Konseling di Institusi Pendidikan. Yogyakarta: Media Abadi
Gerald Corey. (2010). Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi. Bandung: PT Refika Aditama.
Gerald Corey. (1997). Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi. Bandung: PT Eresco
W.S. Winkel dan M.M. Sri Hastuti. (2004) Bimbingan dan Konseling di Institusi Pendidikan. Yogyakarta: Media Abadi
Gerald Corey. (2010). Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi. Bandung: PT Refika Aditama.
Gerald Corey. (1997). Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi. Bandung: PT Eresco