Jumat, 26 April 2013

Fenomena Sosial Berkaitan dengan psikologi Keberadaan Kaum HOMOSEKS


Manusia adalah makhluk sosial yang tidak dapat hidup tanpa orang lain. Seorang individu akan memerlukan orang lain dalam menghabiskan sebagian besar masa hidupnya dengan berinteraksi dengan orang lain. Dalam berinteraksi dengan lingkungan sosialnya, individu harus memperhatikan tuntutan dan harapan sosial terhadap perilaku yang ia lakukan di lingkungan masyarakat di sekitar tempat tinggalnya. Seorang
individu harus membuat suatu kesepakatan atau kompromi antara kebutuhan atau keinginan dirinya dengan tuntutan dan harapan sosial yang ada sehingga seorang individu dapat merasakan kepuasan dalam hidupnya, hal ini dapat dilakukan dengan cara bila seorang individu ingin diterima dalam suatu masyarakat, maka dia harus bertingkah laku seperti yang masyarakat lakukan tempat tersebut. Dengan kata lain, individu dituntut untuk melakukan penyesuaian dengan lingkungan sosialnya.

Hubungan yang terjadi antar individu tersebut dapat berupa hubungan
pertemanan, persahabatan, persaudaraan atau bahkan hubungan yang mengarah pada suatu hubungan khusus yang bersifat pribadi. Pada umumnya, hubungan yang khusus dan bersifat pribadi ini atau lebih dikenal dengan istilah “pacaran” dapat terjadi di antara individu yang berjenis kelamin laki-laki dengan individu yang berjenis kelamin
perempuan. Hubungan ini biasanya bertujuan untuk lebih mengenal antara satu sama lain hingga akan tercapai suatu kesamaan tujuan yang membuat dua individu dapat bersatu dalam suatu ikatan yang disebut dengan ikatan pernikahan. Akan tetapi kenyataan yang saat ini berkembang di kalangan masyarakat umum sangat bertentangan dengan apa yang selama ini diketahui.
Definisi pacaran adalah hubungan antara lakilaki dengan perempuan, dan anggapan itu saat ini sudah luntur, karena realita yang ada dihadapkan pada suatu kenyataan yang menyebutkan bahwa hubungan yang khusus dan
bersifat pribadi tersebut kini bukan hanya terjadi antara laki-laki dengan perempuan saja, tetapi terjadi juga antara laki-laki dengan laki-laki atau perempuan dengan perempuan yang disebut sebagai “kaum homoseks”.
Homoseksual adalah seseorang yang memilih relasi seks pada jenis kelamin yang sama, seorang laki-laki akan memilih laki-laki sebagai pasangan dalam relasi seksualnya, begitu pula dengan perempuan memilih perempuan sebagai relasi seksnya. Keberadaan mereka tidak dapat dipungkiri dan menjadi semakin tajam karena ada keterbukaan dalam mengungkap jati diri mengenai siapa mereka sebenarnya. Hubungan yang terjadi pada kaum homoseksual adalah sebuah hubungan yang bersifat erotis dan mengacu pada perilaku seksual.
Dalam hal ini, pria homoseks dikenal dengan sebutan “gay”, dan wanita
homoseks dikenal dengan sebutan “lesbi”. Untuk saat ini, kaum gay-lah yang banyak disoroti oleh masyarakat karena perilaku kaum gay terlihat sangat tidak wajar dibandingkan perilaku kaum lesbi. Orang akan menilai wajar apabila melihat dua orang wanita yang saling bergandengan mesra bahkan bila melihat sepasang wanita saling berciuman pipi di tempat umum. Perilaku tersebut akan dinilai lain apabila dilakukan oleh sepasang laki-laki, orang awam akan merasa risih atau heran dengan perilaku mereka, bahkan tak jarang hal ini akan menjadi buah bibir dan bahan cemoohan bagi masyarakat kebanyakan.

Meskipun begitu, nampaknya kaum homoseks tidak lagi malu-malu
dalam mengakui jati diri mereka, hal ini terbukti dengan berdirinya Kelompok Kerja Lesbian dan Gay Nusantara (KKLGN) pada tanggal 1 Agustus 1987, oleh Dede Oetomo beserta pasangannya Rudy Mustapha. KKLGN menjadi suatu organisasi gay dan lesbi yang bertujuan utama agar kaum gay, lesbi, dan waria dapat diterima sebagai kelompok yang hak dan kewajibannya sama dengan kaum heteroseksual di masyarakat Indonesia.

Permasalahan yang tengah dihadapi oleh kaum homoseks khususnya kaum gay di Indonesia adalah mengenai keberadaannya yang masih terasa asing di lingkungan masyarakat umum. Kebanyakan dari masyarakat akan menganggap bahwa gay adalah suatu aib yang memalukan keluarga dan anggapan bahwa kaum gay adalah kaum yang menyebabkan munculnya penyakit AIDS. Namun kenyataannya, sampai saat ini kaum gay tetap berjuang menunjukkan eksistensi dirinya serta melawan diskriminasi social yang terus-menerus muncul di sekitarnya. Kaum gay banyak dijumpai di kota-kota metropolitan seperti Surabaya, Bandung, Jakarta, Yogyakarta, Palembang, Batam dan Bali.
Dalam psikologi, penyesuaian diri tersebut biasa disebut dengan strategi coping. Strategi coping adalah suatu proses atau cara untuk mengelola dan mengolah tekanan atau tuntutan baik secara eksternal maupun internal, yang terdiri dari usaha, baik tindakan nyata maupun tindakan dalam bentuk intrapsikis (Lazarus, Launier, dan Folkman dalam Taylor, 1999). Strategi coping yang merupakan respon individu terhadap tekanan yang dihadapi secara garis besar dibedakan dalam dua bentuk
(Lazarus dan Folkman dalam Smeet, 1994) yaitu Problem Focused Coping (PFC) dan Emotional Focused Coping (EFC). Dimana Problem Focused Coping (PFC) adalah stategi yang dilakukan oleh individu dengan cara menghadapinya secara langsung sumber penyebab masalah, sedangkan Emotional Focused Coping (EFC) adalah strategi yang dilakukan individu untuk menghadapi masalah yang lebih berorientasi pada emosi
individu yang disebabkan dari tekanan-tekanan yang muncul dari lingkungan sosialnya, dalam hal ini tekanan muncul dari masyarakat Yogyakarta yang sangat kental dengan adat ketimuran. Masyarakat Yogyakarta pada umumnya, saat ini dihadapkan dengan makin meluasnya fenomena gay di kota Yogyakarta.

Kamis, 25 April 2013

TUGAS 2 KESEHATAN MENTAL


A.  Penyesuaian diri
1.     Pengertian penyesuaian diri
Penyesuaian berarti adaptasi, dapat mempertahankan eksistensinya (survive) dan memperoleh kesejahteraan rohaniah, serta dapat mengadakan relasi yang memuaskan dengan tuntutan sosial. Penyesuaian diri juga dapat diartikan bagai konvormitas, yang menyesuaikan  sesuatu dengan standart atau prinsip. Definisi lain mengenai penyesuaian diri yaitu, kemampuan untuk membuat rencana dan mengorganisasi respon- respon sedemikian rupa, sehingga bisa mengatasi segala macam konflik, kesulitan, dan frustasi- frustasi secara efisien individu memiliki kemampuan untuk menghadapi realitas hidup dengan cara yang memenuhi syarat.
2.     Konsep penyesuaian  diri
Penyesuaian dapat diartikan atau dideskripsikan sebagai adaptasi dapat mempertahankan eksistensinya atau bisa survive dan memperoleh kesejahteraan jasmaniah dan rohaniah, dan dapat mengadakan relasi yang memuaskan dengan tuntutan sosial. Penyesuaian dapat juga diartikan sebagai konformitas, yang berarti menyesuaikan sesuatu dengan standar atau prinsip. Penyesuaian sebagai penguasaan, yaitu memiliki kemampuan untuk membuat rencana dan mengorganisasi respons-respons sedemikian rupa, sehingga bisa mengatasi segala macam konflik, kesulitan, dan frustrasi-frustrasi secara efisien.

Individu memiliki kemampuan menghadapi realitas hidup dengan cara yang memenuhi syarat. Penyesuaian sebagai penguasaan dan kematangan emosional. Kematangan emosional maksudnya ialah secara positif memiliki responss emosional yang tepat pada setiap situasi. Disimpulkan bahwa penyesuaian adalah usaha manusia untuk mencapai keharmonisan pada diri sendiri dan pada lingkungannya.
3.     Pertumbuhan personal
a.       Menekankan perumbuhan penyesuaian diri dan pertumbuhan
Manusia  merupakan makhluk individu. Manusia disebut sebagai individu apabila tingkah lakunya spesifik atau menggambarkan dirinya sendiri dan bukan bertingkah laku secara umum atau seperti orang lain. Jadi individu adalah seorang manusia yang tidak hanya memiliki peranan-peranan yang khas dalam lingkup sosial tetapi mempunyai kekhasan tersendiri yang spesifik terhadap dirinya didalam lingkup sosial tersebut. Kepribadian suatu individu tidak sertamerta langsung terbentuk, akan tetapi melalui pertumbuhan sedikit demi sedikit dan melalui proses yang panjang.

Setiap individu pasti akan mengalami pembentukan karakter atau kepribadian. Dan hal tersebut membutuhkan proses yang sangat panjang dan banyak faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan kepribadiannya tersebut dan keluarga adalah faktor utama yang akan sangat mempengaruhi pembentukan kepribadian. Hal ini disebabkan karena keluarga adalah kerabat yang paling dekat dan kita lebih sering bersama dengan keluarga. Setiap keluarga pasti menerapkan suatu aturan atau norma yang mana norma-norma tersebut pasti akan mempengaruhi dalam pertumbuhan personal individu. Bukan hanya dalam lingkup keluarga, tapi dalam lingkup masyarakat atau sosialpun terdapat norma-norma yang harus di patuhi dan hal itu juga mempengaruhi pertumbuhan individu.

Setiap individu memiliki naluri yang secara tidak langsung individu dapat memperhatikan hal-hal yang berada disekitarnya apakah  hal itu benar atau tidak, dan ketika suatu individu berada di dalam  masyarakat yang memiliki suatu  norma-norma yang berlaku maka ketika norma tersebut di jalankan akan memberikan suatu pengaruh dalam kepribadian, misalnya suatu individu ada di lingkungan masyarakat yang tidak disiplin yang dalam menerapkan aturan-aturannya maka lama-kelamaan pasti akan mempengaruhi dalam kepribadian sehingga menjadi kepribadian yang tidak disiplin, begitupun dalam lingkungan keluarga, semisal suatu individu berada di lingkup keluarga yang cuek maka individu tersebut akan terbawa menjadi pribadi yang cuek.
b.      Variasi Penyesuaian Diri

Schneiders (1964: 429) mengungkapkan setiap individu memiliki pola penyesuaian yang khas terhadap setiap situasi dan kondisi serta lingkungan yang dihadapinya. Bagaimana individu menyesuaikan diri di lingkungan rumah dan keluarganya, di sekolahnya, bagaimana individu dapat menyesuaikan diri dengan dirinya sendiri, serta cara menyesuaikan diri dengan lingkungan sosial menentukan adanya variasi penyesuaian diri (Varietas of Adjustment), artinya adanya klasifikasi penyesuaian diri yang berdasarkan pada masalah dan situasi yang dihadapi dan berkaitan dengan tuntutan lingkungan. Empat variasi penyesuaian diri yang lebih penting dan krusial dalam kehidupan seorang manusia yaitu: 
         Penyesuaian dengan dirinya sendiri (Personal Adjustment)
         Penyesuaian sosial (Social Adjustment) 
         Penyesuaian diri dengan pernikahan (Marital Adjustment) 
         Penyesuaian diri dengan pekerjaan (Vocational Adjustment).
c. Kondisi-kondisi untuk bertumbuh
Kondisi jasmaniah seperti pembawa dan strukrur atau konstitusi fisik dan temperamen sebagai disposisi yang diwariskan, aspek perkembanganya secara intrinsik berkaitan erat dengan susunan atau konstitusi tubuh. Shekdon mengemukakan bahwa terdapat kolerasi yang tinggi antara tipe-tipe bentuk tubuh dan tipe-tipe tempramen (Surya, 1977). Misalnya orang yang tergolong ekstomorf yaitu yang ototnya lemah, tubuhnya rapuh, ditandai dengan sifat-sifat menahan diri, segan dalam aktivitas sosial, dan pemilu. Karena struktur jasmaniah merupakan kondisi primer bagi tingkah laku maka dapat diperkirakan bahwa sistem saraf, kelenjar, dan otot merupakan faktor yang penting bagi proses penyesuaian diri. Beberapa penelitian menunjukan bahwa gangguan dalam sisitem saraf, kelenjar, dan otot dapat menimbulkan gejala-gejala gangguan mental, tingkah laku, dan kepribadian. Dengan demikian, kondisi sistem tubuh yang baik merupakan syaraf bagi tercapainya proses penyesuaian diri yang baik.
d. fenomologi pertumbuhan
Fenomenologi pertumbuhan
Fenomenologi memandang manusia hidup dalam “dunia kehidupan” yang dipersepsi dan diinterpretasi secara subyektif. Setiap, orang mengalami dunia dengan caranya sendiri. “Alam pengalaman setia orang berbeda dari alam pengalaman orang lain.” (Brouwer, 1983:14 Fenomenologi banyak mempengaruhi tulisan-tulisan Carl Rogers, yang boleh disebut sebagai-_Bapak Psikologi Humanistik. Carl Rogers menggarisbesarkan pandangan Humanisme sebagai berikut (kita pinjam dengan sedikit perubahan dari Coleman dan Hammen, 1974:33):


B.    Stress

1.      Stress adalah bentuk ketegangan dari fisik, psikis, emosi maupun mental. Bentuk ketegangan ini mempengaruhi kinerja keseharian seseorang.
“general adaption syndrom menurut hans selye”

Hans Selye (Subekti D.A, 1993), menyatakan bahwa ada tiga tahap respon sistematik tubuh terhadap kondisi yang penuh stres, yaitu reaksi alarm, tahap perlawanan dan penyesuaian, dan tahap kepayahan (exhaustion).  Reaksi alarm dari sistem saraf otonom, dalam reaksi ini tubuh akan merasakan kehadiran stres dan tubuh akan mempersiapkan diri melawan atau menghindar, persiapan ini akan merangsang hormon dari kelenjar endokrin yang akan menyebabkan detak jantung dan pernapasan meninggi, kadar gula dalam darah, berkeringat, mata membelalak dan melambatnya pencernaan.  Pada tahap perlawanan dan penyesuaian yang merupakan bentuk respon fisiologik, tubuh akan memperbaiki kerusakan yang disebabkan oleh stres.  Jika penyebab stress tidak hilang, maka tubuh tidak bisa memperbaiki kerusakan dan terus dalam kondisi reaksi alarm.  Tahap yang ketiga yaitu kepayahan (exhaustion), yang terjadi apabila stres yang sangat kuat, stres berjalan cukup lama, usaha perlawanan maupun penyesuaian terhadap stres gagal dilakukan.  Jika berlanjut cukup lama maka individu akan terserang dari “penyakit stres”, seperti migren kepala, denyut jantung yang tidak teratur, atau bahkan sakit mental seperti depresi.  Apabila stres ini berlanjut selama proses kepayahan maka tubuh akan kehabisan tenaga dan bahkan fungsinya jadi terhenti.
               Menurut Hans Selye, “Stress adalah respon manusia yang bersifat nonspesifik terhadap setiap tuntutan kebutuhan yang ada dalam dirinya.”GAS (General Adaptation Syndrom) merupakan respon fisiologis dari seluruh tubuh terhadap stress. Respon yang terlibat didalam nya adalah sistem saraf otonom dan sistem endokrin.
Terdapat 3 fase, yaitu :
·         Fase Alarm (waspada)
·         Fase Resistance (melawan)
·         Fase Exhaustion (kelelahan)
2. Faktor- Faktor Individual Dan Sosial yang menjadi penyebab stres
Situasi atau kondisi yang mempengaruhi kehidupan secara individual seperti faktor ekonomi, keluarga dan kepribadian dari karyawan itu sendiri. Menurut Sarafino (1994), faktor–faktor yang mempengaruhi stres kerja adalah:
  1. Tuntutan kerja yang terlalu tinggi, seperti pekerjaan diluar kontrol pekerja yang harus dilakukan secara berulang dan terus menerus, evaluasi lampiran kerja oleh atasan. 
  2. Perubahan tanggung jawab dalam kerja. 
  3. Pekerjaan yang berkaitkan dengan tanggung jawab terhadap nyawa orang lain, seperti pekerjaan tenaga medis dimana memiliki beban yang tinggi terhadap nyawa orang lain sehingga menyebabkan kelelahan psikis dan akhirnya menimbulkan stres. 
  4. Lingkungan fisik pekerjaan yang tidak nyaman. 
  5. Hobi interpersonal yang tidak baik dalam lingkungan kerja. 
  6. Promosi jabatan yang tidak adekuat. 
  7. Kontol yang padat terhadap pekerjaan.
Faktor sosial
Perubahan sosial dapat dilihat dari perubahan gaya hidup (life-style changes), nilai-nilai dan tradisi-tradisi lama yang telah bergeser. Perubahan-perubahan yang terjadi meliputi aborsi, kebebasan homoseksual, pernikahan yang kemudian membuat keluarga, masyarakat dan pemerintahan terpengaruh untuk mengikuti perubahan-perubahan tersebut.
3.. Tipe-Tipe Stres Psikologi
a. tekanan stres
Berdasarkan beberapa definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa stres adalah segaia suatu kondisi berupa perubahan reaksi biokimiawi, fisiologis, kognitif, dan perilaku sebagai penyesuaian diri individu ketika mengalami tekanan karena dihadapkan pada suatu kesenjangan antara kebutuhan dengan kenyataan sehingga tercipa suatu kondisi ketidak seimbangan, beberapa tahapan terhadap stress dapat ditandai dengan semangat kerja besar dan berlebihan, penglihatan tajam tidak seperti biasanya, merasa mampu menyelesaikan pekerjaan lebih dari biasanya, namun tanpa disadari cadangan energy dihabiskan disertai rasa gugup yang berlebihan, merasa senang dengan pekerjaan itu dan semakin bertambah semangat (tahap 1).
b.FRUSTASI

Frustasi adalah suatu harapan yang diinginkan dan kenyataan yang terjadi tidak sesuai dengan yang diharapkan.
Misalnya putus pacar, perceraian, masalah kantor, masalah sekolah atau masalah yang tidak kunjung selesai.
Frustasi inipun terjadi juga bila tujuan yang dicapai mendapatkan rintangan
c. konflik
Konflik merupakan suatu gejala yang umumnya muncul sebagai akibat dari interaksi manusia dalam hidup bermasyarakat. Konflik akan timbul ketika terjadi persaingan baik individu maupun kelompok. Konflik juga bisa dipicu karena adanya perbedaan pendapat antara komponen-komponen yang ada di dalam masyarakat membuatnya saling mempertahankan ego dan memicu timbulnya pertentangan.
d.Kecemasan
kecemasan ialah suatu pengalaman subjektif mengenai ketegangan mental yang menggelisahkan sebagai reaksi umum dan ketidakmampuan menghadapi masalah atau adanya rasa aman. Perasaan yang tidak menyenangkan ini umumnya menimbulkan gejala-gejala fisiologis (seperti gemetar, berkeringat, detak jantung meningkat, dan lain-lain) dan gejala-gejala psikologis (seperti panik, tegang, bingung, tak dapat berkonsentrasi, dan sebagainya).
4.      Syntom – syntom responses terhadap stres:
a.       Mekanisme pertahanan diri dan strategi
b.      a.Represi
Represi didefinisikan sebagai upaya individu untuk menyingkirkan frustrasi, konflik batin, mimpi buruk, krisis keuangan dan sejenisnya yang menimbulkan kecemasan
c.       b.Supresi
Supresi merupakan suatu proses pengendalian diri yang terang-terangan ditujukan menjaga agar impuls-impuls dan dorongan-dorongan yang ada tetap terjaga
d.      c.(pembentukan reaksi)
Individu dikatakan mengadakan pembentukan reaksi adalah ketika dia berusaha menyembunyikan motif dan perasaan yang sesungguhnya (mungkin dengan cara represi atau supresi)
e.        Regresi
Regresi merupakan respon yang umum bagi individu bila berada dalam situasi frustrasi, setidak-tidaknya pada anak-anak.
f.       . Menarik Diri
Reaksi ini merupakan respon yang umum dalam mengambil sikap. Bila individu menarik diri, dia memilih untuk tidak mengambil tindakan apapun. Biasanya respons ini disertai dengan depresi dan sikap apatis.
g.Mengelak
g.      Bila individu merasa diliputi oleh stres yang lama, kuat dan terus menerus, individu cenderung untuk mencoba mengelak.
B.Coping untuk mengatasi stres
Proses Coping Stres
Stres yang muncul pada anak akan membuat anak melakukan suatu coping (Mu’tadin, 2002). Coping adalah suatu tindakan merubah kognitif secara konstan dan merupakan suatu usaha tingkah laku untuk mengatasi tuntutan internal atau eksternal yang dinilai membebani atau melebihi sumber daya yang dimiliki individu. Coping yang dilakukan ini berbeda dengan perilaku adaptif otomatis, karena coping membutuhkan suatu usaha, yang mana hal tersebut akan menjadi perilaku otomatis lewat proses belajar. Coping dipandang sebagai suatu usaha untuk menguasai situasi tertekan, tanpa memperhatikan akibat dari tekanan tersebut. Namun coping bukan merupakan suatu usaha untuk menguasai seluruh situasi menekan, karena tidak semua situasi tersebut dapat benar-benar dikuasai. Maka, coping yang efektif untuk dilakukan adalah coping yang membantu seseorang untuk mentoleransi dan menerima situasi menekan dan tidak merisaukan tekanan yang tidak dapat dikuasainya (Lazarus & Folkman, 1984)
5.      Pendekatan problem solving terhadap stres bagaimana meningkatkan toleransi stres

Kita mengatasi rasa stress itu dengan cara kita mencari penyebab stress itu sendiri (stressor) setelah kita tau penyebabnya kita harusbisa memilih mana jalan keluar terbaik untuk masalah kita,kalo perlu meminta bantuan orang lain. Misalnya kita baru mengalami putus cinta,lalu kita merasakan stress dan kita pun tau kalau untuk melanjutkan hubungan tersebut tidak mungkin lagi,nah darisitu kita bisa mengambil keputusan kalau memang orang itu bukan yang terbaik untuk kita,apa salahnya kita mencoba dengan orang baru dalam kehidupan kita. Atau tidak kita cerita kepada semua teman-teman kita yang bisa di percaya mungkin itu bisa sedikit menenangkan hati kita dan mengurangi rasa stress kita.
REFERENSI: 
1. http://anyoo.blogspot.com/2011/04/penyesuaian-diri-dan-pertumbuhan.html

                2. http://masimamgun.blogspot.com/2010/04/konsep-penyesuaian-diri.html